“ Tanda-tanda orang munafiq ada tiga : jika ngomong dusta,jika berjanji mengingkari dan jika diberi amanat khianat. ” (H.R.Muslim).

Janji merupakan sebuah ucapan yang mengikat terhadapa diri sendiri terhadap apa yang di ucapkan tersebut. Pepatah mengatakan “Janji Adalah Hutang dan Hutang harus Dibayar”.
ads

Artinya bahwa janji adalah sebuah ucapan yang harus di tepati, karenanya kuta dilarang untuk mengobral janji yang pada akhirnya tidak dapat di tepati. Islam memandang bahwa kewajiban menunaikan janji adalah perkara yang mutlak. Sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits :

“ Tanda-tanda orang munafiq

 ada tiga : jika ngomong dusta,jika berjanji mengingkari dan jika diberi amanat khianat. ” (H.R.Muslim).

Artinya bahwa beta pentingnya perkara menepati janji ini, sehingga sebuah hadist menjelaskan bahwa mereka yang tidak menepati janjinya adalah termasuk golongan orang yang munafik. Dalam surat An Nisa ayat 145, Allah berfirman,

“Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka”.

Naudzubillah min Dzalik, semoga kita dijauhkan dari perkara yang dapat menyeret kita kepada golongan orang-orang yang munafik. Allah SWT Firman Allah SWT dalam Surat An-Nahl ayat 91-92 menyatakan kewajiban untuk menunaikan janji dan larangan ingkar janji dalam islam yang berbunyi sebagai berikut :

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (QS. 16:91) Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya mengujimu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. (QS. 16:92)” (an-Nahl: 91-92)

Hukum Melanggar Janji Dalam Islam

Hukum berjanji adalah mubah, sementara hukum menepati janji adalah wajib sebagimana hutang dalam islam , sehingga melanggar janji berarti suatu keharaman sebagaimana pamer dalam islam dan hukum  bertato dalam islam . Sebagaimana Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (QS: Al-Ma’idah: 1)

Lebih tegas lagi dijelaskan dalam Firman Allah Surat Al-Isra ayat 34 berikut :

“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik bermanfaat sampai ia dewasa dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya” (Q.S. Al Isra’ 34).

Ibnu ‘Abbas, mujahid dan beberapa ulama lainnya mengatakan: “Yang dimaksud dengan akad adalah perjanjian.” Ibnu Jarir pun menceritakan adanya ijma’ tentang hal itu. Ia mengatakan, ”Perjanjian-perjanjian adalah apa yang mereka sepakati, berupa sumpah atau yang lainnya.”

Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu ‘Abbas, “Yang dimaksud dengan perjanjian tersebut adalah segala yang dihalalkan dan diharamkan Allah, yang difardhukan, dan apa yang ditetapkan Allah di dalam Al-Qur’an secara keseluruhan, maka kalian jangan mengkhianati dan melanggarnya”.

Namun, adakalanya manusia menyepelekan perihal menepati janji dan kebanyakan dari mereka mengingkari dan bahkan tidak pernah menepati janji yang di ucapkan sebagaimana juga termasuk hukum menyakiti hati wanita dalam islam .

Dalam hal ini, sebenarnya terdapat beberapa hukum melanggar janji dalam islam, namun harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan. Berikut 7 hukum melanggar janji dalam islam, simak selengkapnya.

1. Diperbolehkan Tidak Ditepati atau Wajib tidak Dipenuhi

Sebagaimana sifat manusia yang sangat dekat dengan perbuatan tercela. Kadang secara spontan dapat mengucapkan janji yang dapat membawa kepada hal yang tercela.

Seperti misalnya janji untuk mencontek saat ulangan, mengajak ke club atau diskotik dan hal-hal yang berbau tindak kemaksiatan. Dalam hal ini maka hukum melabggar janji ialah diperbolehkan untuk tidak di tunaikan. Hal ini berdasarkan kaidah syara’ :

“Setiap sesuatu yang mengantarkan kepada yang haram, maka hukumnya haram.”

2. Sunnah Untuk Tidak Memenuhinya

Hukum yang kedua ialah Sunnah untuk menepatinya. Dalam hal ini sebagai contoh Anda berjanji jika lolos perguruan tinggi maka anda akan mencari kerja part time. Namun ternyata anda tidak jadi lolos perguruan tinggi, sehingga anda harus mengibah rencana awal anda dan memimilih untuk bekerja secara full time.

Dengan demikian maka, konsekuensinya adalah anda harus membayar kifarat atas janjinya tersebut. Yakni berupa puasa kifarat yang dilakukan selama tiga hari berturut turut. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:

“Demi Allah, sesungguhnya insyaallah, aku tidak akan bersumpah atas suatu sumpah, lalu aku melihat yang lainnya lebih baik darinya melainkan aku akan memilih yang lebih baik dan aku membayar kaffaratnya – dalam sebuah riwayat disebutkan – dan aku membayar kaffarat atas sumpahku itu”

3. Sunnah Memenuhinya

Hukum yang berikutnya dalam melanggar janji ialah sunnah memenuhinya atau boleh meninggalkan. Dalam hal ini janju yang diucapka  tidak bersifat dan berkaitan dengan ketentuan agama. Misal anda berjanji tidak akan merokok lagi. Maka sebagai konsekuensinya ialah anda boleh meninggalkan kebiasaan tersebut.

4. Dalam Kondisi Badan Tidak Mampu Memenuhi Janji

Hukum melanggar janji yang selanjutnya ialah diperbolehkan apabila dalam kondisi sakit. Namun, sakit yang dimaksud disini ialah sakit yang membuat kita terbaring lemas dan tidak mampu terbangun. Sehingga dalam kondisi tersebut kita tidak mampu bangun untuk bisa menunaikan janji yang diucapkan sebelumnya .

5. Tiba-tiba Hilang Akal

Kondisi berikutnya ialah tiba-tiba hilang akal, seperti pingsan atau gila. Tentunya dalam kondisi ini hukum melanggar janji diperbolehkan. Sehingga dalam kondisi ini, janji yang pernah diucapkan tidak memiliki kewajiban untuk dilaksanakan arau di tunaikan.

6. Terkendala Cuaca yang Ekstrim

Hukum melanggar janji berikutnya yang diperbolehkan  ialah karena adanya kendala cuaca. Dalam hal ini, cuaca ekstrim seperti hujan deras di sertai angin kencang dan dapat menimbulkan resiki ya g besar apabila kita berkendara.

Maka dalam hal ini anda boleh melanggar janji yang telah diucapkan tadi. Misalnya pada saar itu anda berjanji untuk bertemu dengan klien maka dalam konfisi yabg tidak memungkinkan tersebut anda bisa melanggarnya.

7. Tiba-tiba Ada Kerabat yang Sakit atau Meninggal

Satu lagi hukum yang memperbolehkan melanggar janji ialah ketika tiba-tiba ada kabar mengejutkan dimana saudaa atau kerabat jatuh sakit atau meninggal. Maka dalam hal ini, anda bisa membatalkan janji yang telah di buat.

Kondisi ini tentu mengharuskan anda segera menjenguk atau berkunjung kerumah duka. Sehingga tentunya anda boleh melanggar janji yang telah anda buat sebelumnya.

Jika tidak dalam kondisi di atas, maka membatalkan kesepakatan ataupun janji adalah hal tidak diperbolehkan. Karena membatalakan ataupun melanggarnya bisa melukai hati orang lain hingga bisa mendzalimi orang lain.

“… dan Allah tidak menyukai orang-orang yang dzalim.” (QS. Ali Imran: 57).

Itulah tadi, 7 hukum melanggar janji dalam islam. Tentunya Allah SWT tidak membebankan sesuatu yang berada diluar kesanggupan umatnya. Meskipun demikian, jangan sampai hal-hal diatas menjadi di buat-buat sehingga dapat di jadikan alasan untuk melanggar janji.

Sesungguhnya mengingkari janji adalah sesuatu yang berbahaya sebagimana bahaya berbohong dan hukumnya dalam islam serta bahaya berhutang dalam islam .Terkadang lisan kita dengan sangat mudah mengucapkan kata-kata janji kepada orang lain, baik dengan maksud bersungguh-sungguh maupun sekedar untuk menyenangkan hati orang tersebut. Contoh paling umum dan sederhana yang sering terjadi adalah dalam hal janji untuk datang memenuhi undangan atau janji berkumpul dan bertemu ditempat serta waktu yang sudah disepakati.

Lisan kita mengucapkan akan datang dan memenuhi janji tersebut, tapi terkadang hati kita sebenarnya menolak. Sehingga seringkali kita mendengar orang mengucapkan kata Insyaa Allah tapi dengan maksud menutupi keinginannya untuk menghindari janji tersebut.

Baca Juga : Begitu Mulianya Akhlak Islami

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjadi orang-orang yang senantiasa memenuhi janji. Sungguh sangat berat ancaman atas perilaku orang-orang yang berjanji namun dia bermaksud untuk mengingkarinya sebagaimana firman Allah ๏ทป :

“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji.” (QS. Al Ma’idah : 1)

Dalam surat yang lain, Allah ๏ทป juga berfiman :

“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan? Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan.” (QS. Ah Shaff : 2-3)

Sangat buruklah perilaku ingkar janji tersebut. Terlebih ketika melakukannya memang dengan maksud untuk berdusta atau berbohong kepada oranglain. Maka berhati-hatilah ketika kita sudah terperangkap pada perilaku tersebut, karena bisa jadi dalam hati kita sudah tertanam bibit kemunafikan, sebagaimana sabda Rasulullah ๏ทบ dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu :

“Tanda-tanda orang munafik ada tiga : Apabila berbicara, dia berdusta, apabila berjanji, dia mengingkari dan apabila dipercaya, dia berkhianat.” (Muttafaq ‘alaih)

Semoga Allah ๏ทป menjauhkan kita dari sifat munafik dan meneguhkan hati kita diatas syariat-Nya yang lurus.

Referensi : Riyadhus Shalihin, al Imam An Nawawi (Darul Haq : 2017)

Dalam Islam, menepati atau menunaikan janji baik itu hal besar maupun hal kecil dan perkara atau janji tersebut bukan hal yang berkaitan dengan maksiat, keburukan atau pengaduan adalah sebuah perkara yang  sangat dituntut tanggungjawabnya bagi setiap muslim maupun muslimat. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam dalil firman Allah swt. Dalam Al-Qur’anul Karim yang berbunyi :

Firman Allah dalam al Quran:

ูˆَุฃَูˆูۡُูˆุงْ ุจِูฑู„ุۡนَู‡ุۡฏِۖ ุฅِู†َّ ูฑู„ุۡนَู‡ุۡฏَ ูƒَุงู†َ ู…َุณُูۡٔˆู„ุٗง

Artinya : dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (QS.  Al-Isra’: 34)

Dari keterangan ayat di atas,menjelaskan kepada kita sebagai hamba Allah yang bertaqwa anjuran untuk menepati janji apabila berjanji dan hendaknya mereka yang telah berjanji senantiasa menepati atau menunaikan janjinya tersebut pada saat atau waktu dan tarikh yang mereka dijanjikan. Sehingga hendaknya janji itu ditepati dan ditunaikan pada waktu dan tarikh yang telah disetujui, meskipun ada berbagai halangan namun tetap harus menepati janji yang telah dibuat.

Ketegasan dalam menepati janji , menjalankan amanah adalah merupakan sebuah simbol kesempurnaan kepribadian muslim sejati, baik dan disenangi serta tanda adanya peningkatan sebuah prestasi. Namun seandainya ada sesuatu hal yang tidak bisa dielakkan, maka sebaiknya janji tersebut dibatalkan atau dirubah tarikh dan waktunya sehingga pihak yang dijanjikan tidak menanti-nanti. Apabila kita tidak bisa memastikan sesuatu hal atau perkara dengan pasti maka hendaklah mengucapkan kata insya Allah

Kedudukan menepati janji pada syariat Islam

Setiap orang muslim yang telah membuat sebuah janji, hukumnya adalah wajib untuk menunaikan atau menepati janjinya. Apabila terdapat sesuatu hal lain yang tidak bisa dielakkan atau adanya uzur, maka janji yang dibuat boleh ditangguhkan waktu dan tarikhnya atau dibatalkan sebagainya yang telah dijelaskan di atas.

Orang yang tidak menepati janji adalah orang merupakan salah satu ciri orang munafik, sebagaimana dalil hadits sabda Rasulullah Muhammad s.a.w. : Tanda orang munafik itu ada tiga perkara yaitu apabila berbicara dia berbohong, apabila berjanji dia mungkin janji dan apabila diberi amanat dia mengkhianati. (HR. Bukhari dan Muslim).

Seperti keterangan dalam ayat al-Quran dan dalil Hadits Nabi saw. bahwa janji itu mempunyai kedudukan yang penting bagi orang muslim sebagai orang yang tidak munafik, dan bertanggung jawab. Sehingga nilai dan harga diri dari orang muslim adalah terletak pada tanggung jawabnya dalam menetapi janji, maka hendaknya apabila berjanji penting bagi seorang muslim untuk mengingat-ingat janji yang telah dia buat dan kemudian menunaikan atau menetapi janjinya sesuai dengan tarikh dan waktu yang telah disepakati.

Dari sudut pandang sosial, apabila seseorang berjanji dan pada implementasinya sering tidak menepati janji, maka hal ini dapat berdampak pada menurunnya sampai hilangnya kepercayaan orang lain terhadap diri seseorang. Sehingga dapat dianggap sebagai orang yang munafik dan tidak bertanggung jawab.

Nabi Muhammad Rasulullah s.a.w. sangat berpegang teguh pada janji yang beliau buat dan tidak meremehkannya bahkan beliau sampai menunggu-nunggu dari pihak yang dijanjikan itu datang untuk menemuinya. Berikut ini adalah sebuah kisah tentang keteguhan beliau yang diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Abi al Hamsa ra. berkata:

Aku sudah membuat sebuah perjanjian dengan Rasulullah saw. sebelum beliau diangkat menjadi Rasul, dengan menjual sesuatu barang, sesudah terdapat baki yang tidak dapat diselesaikan ketika itu dan aku berjanji untuk datang dan menyelesaikannya pada suatu tempat, maka aku lupa perjanjian yang telah dibuat bersama beliau. Lalu setelah tiga hari aku baru teringat. maka aku dating ke tempat tersebut. Tiba-tiba aku dapati Rasulullah saw. telah ada di tempat itu, kemudian beliau berkata : Wahai pemuda! Sesungguhnya kamu sudah menyusahkanku, aku telah menunggumu dan berada di sini sejak tiga hari yang lalu. (HR. Abu Daud)

Dari keterangan hadis tersebut menerangkan bahwa Rasulullah sangat memegang teguh dan tidak meremehkan janji sehingga beliau sanggup menunggu hingga tiga hari berturut-turut. Mengapa perkara menepati janji ini begitu penting bagi Rasulullah?

Dalam syariat Islam, kedudukan janji merupakan suatu tanggungjawab sebagai suatu amanah yang harus ditepati dan ditunaikan diantara dua orang yang sudah bersepakat dalam berjanji,  setelah janji tersebut disetujui oleh kedua belah pihak, maka apabila keduanya mengingkari perjanjian yang sudah disetujui bersama berarti mereka telah mengabaikan amanah. Sehingga kedudukan orang tersebut dalam islam adalah orang yang munafik sebagaimana yang telah diterangkan dalam hadits Rasulullah di atas.

Begitu besar konsekuensi dan kedudukan dari janji dalam syariat islam dan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab itulah berhati-hatilah apabila membuat janji, maka harus mengingatnya dan menepati janji tersebut. Namun, apabila ragu dan tidak dapat menunaikan atau menepati janji, maka janganlah sekali-kali membuat sebuah janji, karena setiap janji wajib untuk ditepati. Sebuah janji adalah berat, akan dimintai pertanggungjawaban dan apabila tidak dapat menepatinya akan disebut sebagai orang yang munafik

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

ู„ุงَ ูŠَุฏْุฎُู„ُ ุงู„ْุฌَู†َّุฉَ ู…َู†ْ ูƒَุงู†َ ูِูŠ ู‚َู„ْุจِู‡ِ ู…ِุซْู‚َุงู„ُ ุฐَุฑَّุฉٍ ู…ِู†ْ ูƒِุจْุฑٍ Maksudnya :"Tidak akan masuk syurga seseorang yang dalam hatinya ada sebesar zarah rasa takabbur" [Sahih Muslim : Book of Faith, 166]

MEMBAZIR AMALAN SYAITAN ุฅِู†َّ ุงู„ْู…ُุจَุฐِّุฑِูŠู†َ ูƒَุงู†ُูˆุง ุฅِุฎْูˆَุงู†َ ุงู„ุดَّูŠَุงุทِูŠู†ِ ูˆَูƒَุงู†َ ุงู„ุดَّูŠْุทَุงู†ُ ู„ِุฑَุจِّู‡ِ ูƒَูُูˆุฑًุง Maksudnya:"Sesung...