Allah berfirman, maksudnya:- “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. [Al Hujurat : 6].

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar berita yang tidak jelas asal-usulnya. Kadang kadang isu kecil di perbesarkan dalam berita yang di edarkan atau sebaliknya. Kadang kadang berita itu berkait dengan kehormatan seseorang muslim. Bagaimanakah sikap kita terhadap berita yang belum tahu kebenarannya dan bersumber dari orang yang belum kita ketahui kejujurannya?
Dalam naskah berikut ini, penulis menjelaskan kepada kita, bagaimana seharusnya sikap seorang muslim terhadap berita-berita yang belum jelas kebenarannya itu.
Allah berfirman, maksudnya:-

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. [Al Hujurat : 6].

Dalam ayat ini, Allah melarang hamba-hambanya yang beriman percaya kepada berita angin. Allah menyuruh kaum mukminin memastikan kebenaran berita yang sampai kepada mereka. Tidak semua berita itu benar, dan juga tidak semua berita yang disampaikan ada faktanya. Ingatlah, musuh-musuh kamu senantiasa mencari kesempatan untuk menjatuhkan kamu. Maka wajib atas kamu untuk selalu berwaspada, hingga kamu boleh kenal pasti orang yang hendak menyebarkan berita yang tidak benar.

Allah berfirman, maksudnya:-

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti”

Maksudnya, janganlah kamu menerima (begitu saja) berita dari orang fasik, sebelum kamu periksa, teliti dan mendapatkan bukti kebenaran nya.
(Dalam ayat ini) Allah memberitahu, bahwa orang-orang fasik itu pada dasarnya (jika berbicara) dia dusta, akan tetapi kadang kala ia juga benar. Karena, berita yang disampaikan tidak boleh diterima dan juga tidak ditolak begitu saja, kecuali setelah diteliti. Jika benar sesuai dengan bukti, maka diterima dan jika tidak, maka ditolak.
Kemudian Allah menyebutkan illat (sebab) perintah untuk meneliti dan larangan untuk mempercayai berita-berita tersebut. Allah berfirman.
“Agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya”.
Kemudian nampak bagi kamu kesalahanmu dan kebersihan mereka.
“Yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” [Al Hujurat : 6]
Terutama jika berita tersebut boleh menyebabkan punggungmu kena rotan. Maksudnya isu yang kamu bicarakan boleh mengkibatkan kamu kena hukum had, seperti qadzaf (menuduh) dan yang sejenisnya.
Sesungguhnya semua kaum muslimin perlu menghayati ayat ini, untuk di baca dan renungi, lalu beradab dengan adab yang ada padanya. Betapa banyak fitnah yang terjadi akibat berita bohong yang disebarkan orang fasiq yang jahat! Betapa banyak darah yang tertumpah, jiwa yang terbunuh, harta yang terampas, kehormatan yang terkoyak, akibat berita yang tidak benar! Berita yang dibuat oleh para musuh Islam. Dengan berita itu, mereka hendak menghancurkan persatuan umat Islam , dengan menyemarakkan dan mengobarkan api permusuhan diantara umat Islam.
Betapa banyak dua saudara, berpisah disebabkan berita bohong! Betapa banyak suami-isteri berpisah karena berita yang tidak benar! Betapa banyak bangsa bangsa, dan kumpulan kumpulan, parti parti,jemaah jemaah dan negara negara saling memerangi, karena tertipu dengan berita bohong!
Allah Azza wa Jalla Yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui, telah meletakkan satu kaedah bagi umat ini untuk memelihara mereka dari perpecahan, dan membentengi mereka dari pertikaian, juga untuk memelihara mereka dari api fitnah.
Tetapi sayang tidak ada satu pun masyarakat muslim yang bebas dari orang-orang munafiq yang memendam kedengkian. Mereka tidak senang melihat kaum muslimin berbaik baik menjadi masyarakat yang bersatu dan bersaudara.
Wajib atas kaum muslimin untuk berhati hati dan berwaspada dengan musuh-musuh mereka. Dan hendaklah kaum muslimin mengetahui, bahwa para musuh mereka tidak pernah tidur (tidak pernah berhenti) merancang tipu daya terhadap kaum muslimin. Maka wajiblah atas mereka untuk senantiasa waspada, sehingga boleh mengetahui sumber kebencian, dan bagaimana rasa saling permusuhan dikobarkan oleh para musuh.
Sesungguhnya keberadaan orang-orang munafiq di tengah kaum muslimin dapat menimbulkan bahaya yang sangat besar. Akan tetapi yang lebih berbahaya, ialah keberadaan orang-orang mukmin berhati baik yang selalu menerima berita yang dibawakan orang-orang munafiq. Mereka membuka telinga lebar-lebar mendengarkan semua ucapan orang munafiq, lalu mereka berkata dan bertindak sesuai dengan berita itu. Mereka tidak peduli dengan bencana yang bakal menimpa kaum muslimin akibat percaya kepada orang munafiq.
Al Qur’an telah mencatatkan buat kita satu bencana yang pernah menimpa kaum muslimin, akibat dari sebagian kaum muslimin yang mengikuti orang-orang munafiq yang dengki, sehingga boleh mengambil pelajaran dari pengalaman orang-orang sebelum kita.
Bacalah Surat An Nur dan renungilah ayat-ayat penuh barakah yang Allah ucapkan tentang kebersihan Ummul Mukminin ‘Aisyah x dari tuduhan kaum munafiq. Kemudian sebagian kaum muslimin yang jujur terikut ikut menuduh tanpa meneliti bukti-buktinya. Allah berfirman.

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa ifki adalah dari golongan kamu juga.Janganlah kamu kira berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi kamu.Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya, dan barangsiapa diantara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya adzab yang besar”. [An Nur : 11].
Ifki maksudnya ialah berita bohong. Dan ini merupakan kebohongan yang paling jelek.
“Janganlah kamu kira berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi kamu”. [An Nur : 11].
Tidak semua perkara-perkara itu boleh dinilai hanya melalui zahirnya saja. Karena terkadang kebaikan atau nikmat itu datang dalam satu bentuk yang kelihatannya menyusahkan. Diantara kebaikan (yang dijanjikan Allah buat keluarga Abu Bakar), ialah Allah menyebut mereka di malail a’la. Dan Allah menurunkan beberapa ayat yang boleh dibaca mengenai keadaan (keluarga Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu).
Dengan turunnya ayat ini, maka hilanglah mendung dan tersingkaplah kegelapan itu. Lenyap sudah gunung kepedihan yang berlegar dalam kalbu Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, suaminya, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ayahandanya. Sebagaimana juga hilangnya kepedihan si penuduh, iaitu seorang shahabat yang jujur Shafwan bin Mu’atthil.
Kemudian ayat selanjutnya mengajarkan kepada kaum mukminin, bagaimana menyikapi berita. Allah berfirman.
“Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu, orang-orang mu’minin dan mu’minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata:”Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.” [An Nur : 12].
Wahai kaum msulimin, inilah langkah pertama yang harus engkau lakukan, jika ada berita buruk tentang saudaramu, yaitu berhusnuhan (berperasangka baik) kepada dirimu. Jika engkau sudah husnuzhan kepada dirimu, maka selanjutnya kamu wajib husnuzhan kepada saudaramu dan (menyakini) kebersihannya dari cela yang disampaikan. Dan engkau katakan,
“Maha Suci Engkau (Allah) , ini merupakan kedustaan yang besar”. [An Nur : 16].
Inilah yang dilakukan oleh sebagian shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika sampai berita kepada mereka tentang Ummul Mukminin.
Diceritakan dari Abu Ayyub, bahwa istrinya berkata,”Wahai Abu Ayyub, tidakkah engkau dengar apa yang dikatakan banyak orang tentang Aisyah?” Abu Ayyub menjawab,”Ya. Itu adalah berita bohong. Apakah engkau melakukan perbuatan itu (zina), hai Ummu Ayyub? Ummu Ayyub menjawab,”Tidak. Demi Allah, saya tidak melakukan perbuatan itu.” Abu Ayyub berkata,”Demi Allah, A’isyah itu lebih baik dibanding kamu.”
Kemudian Allah berfirman.
“Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu. Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta”. [An Nur : 13].
Inilah langkah yang kedua, jika ada berita tentang saudaranya. Langkah pertama, mencari dalil yang bersifat batin, maksudnya berhusnuzhan kepada saudaranya.
Langkah kedua mencari bukti nyata.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti”. [Al Hujurat : 6].
Maksudnya mintalah bukti kebenaran suatu berita dari si pembawa berita. Jika ia boleh mendatangkan buktinya, maka terimalah. Jika ia tidak boleh membuktikan, maka tolaklah berita itu di depannya; karena ia seorang pendusta. Dan cegahlah masyarakat agar tidak menyampaikan berita bohong yang tidak ada dasarnya sama sekali. Dengan demikian, berita itu akan mati dan terkubur di dalam dada pembawanya ketika kehilangan orang-orang yang mau mengambil dan menerimanya.
Seperti inilah Al Qur’an mendidik umatnya. Namun sayang sekali , banyak kaum muslimin yang tidak konsisten dengan pendidikan ini. Sehingga jika ada seorang munafik yang menyebarkan berita bohong, maka berita itu akan segera disebarkan di masyarakat samada melalui percakapan atau melalui media termasuk melalui internet tanpa periksa dan meniliti kebenarannya. Dalam hal ini Allah berfirman.
“(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut”.[An Nur : 15].
Pada dasarnya ucapan itu diterima dengan telinga, bukan dengan lisan. Akan tetapi Allah ungkapkan tentang cepatnya berita itu tersebar di tengah masyarakat. Seakan-akan kata-kata itu keluar dari mulut ke mulut tanpa melalui telinga, dilanjutkan ke hati yang memikirkan apa yang didengar, selanjutnya memutuskan boleh atau tidak berita itu disebar luaskan.
“Kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja.Padahal dia pada sisi Allah adalah besar”. [An Nur : 15].
Allah mendidik kaum mukminin dengan adab ini. Mengajarkan kepada mereka cara menghadapi berita serta cara membanterasnya, sehingga tidak tersebar di masyarakat. Setelah itu Allah mengingatkan kaum mukminin, agar tidak membicarakan sesuatu yang tidak mereka ketahui. Allah juga mengingatkan mereka, agar tidak menyertai bantu para pendusta penyebar berita bohong. Allah berfirman.
“Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman”. [An Nur : 17].
Kemudian Allah menjelaskan, membantu para pendusta bererti mengikuti langkah-langkah syaitan. Allah berfirman.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya syetan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar”. [An Nur : 21].
Dalam ayat selanjutnya Allah menerangkan, lisan dan semua anggota badan lainnya akan memberikan kesaksian atas seorang hamba pada hari kiamat. Allah berfirman.
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka adzab yang besar, pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Pada hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka, bahwa Allah-lah Yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya)”. [An Nur 23-25].
Wahai para penyebar berita palsu (fitnah)! Wahai para pendusta! Hai orang yang tidak senang melihat orang mukmin saling berbaik baik sehingga dipisahkan! Hai orang yang tidak suka melihat kaum mukmin aman! Hai para pencari aib orang yang baik! Tahanlah lidahmu, karena sesungguhnya kamu akan diminta pertanggungjawaban kata-kata yang engkau ucapkan. Allah berfirman.
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan, melainkan ada di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir”. [Qaf : 18].
Tahanlah lidahmu! Jauhilah perbuatan bohong dan janganlah menyebar fitnah! Janganlah menuduh kaum muslimin tanpa bukti, dan janganlah berburuk sangka kepada mereka! Seakan-akan aku dengan engkau, wahai saudaraku, berada pada hari kiamat; hari kerugian dan hari penyesalan. Sementara para seterumu merebutmu. Yang ini mengatakan “engkau telah menzalimiku”, yang lain mengatakan “engkau telah menfitnahku”, yang lain lagi mengatakan, “engkau telah mengaibkanku”. Sementara engkau tidak mampu menghadapi mereka. Engkau mengharap kepada Rabb-mu agar menyelamatkanmu dari mereka, namun tiba-tiba engkau mendengar.
Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya”. [Al Mukmin : 17].
Lalu engkaupun menjadi yakin dengan neraka. Engkau ingat firman Allah.

“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang dzalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak” [Ibrahim : 42].

Kita berlindung kepada Allah dari kehinaan. Dan semoga Allah memberikan taufik dan hidayahNya.

Oleh
DR Abdul Azhim Al Badawi
[Diterjemahkan dari majalah Al Ashalah, edisi 34 tahun ke VI]

Satu kecenderungan dalam sesetengah masyarakat kita hari ini ialah mereka suka melemparkan tuduhan kepada orang lain tanpa mengemukakan sebarang bukti untuk menyokong tuduhan tersebut. Bahkan sebaliknya bila dicabar untuk mengemukakan bukti, mereka pula memaksa orang yang dituduh untuk mengemukakan bukti bagi membebaskan diri mereka daripada tuduhan yang dilemparkan kelompok ini. Ini satu perbuatan yang harus dicegah kerana jika ia dibiarkan, ia boleh mencetuskan situasi huru-hara dan memecahkan perpaduan sesama anggota masyarakat.
Mari kita lihat hadis Nabi s.a.w yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. Dalam hadis tersebut, baginda bersabda, “Jika semua orang diberi hak hanya berdasarkan dakwaan mereka semata-mata, nescaya mereka akan mendakwa harta orang lain dan darah-darah mereka. Namun, si pendakwa/penuduh harus mendatangkan bukti dan sumpah harus diucapkan bagi orang yang engkar (tidak mengaku).” (Riwayat Baihaqi, hadis berstatus hasan)
Ulasan para ulama berkenaan hadis ini:a) Imam Nawawi rahimahullah menyifatkan hadis ini antara salah satu kaedah dalam menentukan hukum dalam syariat. Sementara Imam Ibnu Daqiq menyifatkan hadis ini menyentuh asas hukum-hakam dalam agama dan menjadi rujukan utama dalam soal pertelagahan dan permusuhan. Hadis ini menurut beliau mengajar manusia tidak boleh dianggap benar dengan membenarkan tuduhannya saja.
b) Para ulama mensyarahkan hadis ini memperlihatkan ketinggian agama dalam soal keadilan dan kesaksamaan. Ini kerana agama Islam menjamin hak semua orang seperti yang digariskan dalam maqasid syariah. Syariat amat arif tentang pertelagahan dan permusuhan yang berlaku sesama manusia, maka atas sebab itu ia menggariskan kaedah dan penentuan. Ini bagi memastikan sesebuah pihak mendapat hak mereka dan mengelakkan aspek penindasan dan kezaliman. Atas sebab itulah, hadis ini menekankan sebarang dakwaan hanya dianggap sah sekiranya disokong dengan bukti yang kuat dan sahih. Si pendakwa/penuduh pula harus mengemukakan bukti yang kuat dan berkait sama sekali dengan tuduhan tersebut. Ini kerana bukti tersebut yang akan dinilai oleh hakim untuk mengetahui kebenaran dan menentukan hukum berdasarkan kebenaran tersebut.
c) Hadis ini menyatakan secara jelas tentang Al-Bayyinah atau saksi/bukti. Ini kerana saksi/bukti ialah sesuatu perkara yang dapat membuktikan sesuatu dakwaan/tuduhan itu benar atau tidak. Secara asas, Al-Bayyinah lebih merujuk kepada saksi dalam semua perkara membabitkan hukum seperti darah, harta dan jenayah. Penentuan saksi berdasarkan beberapa kategori:
i. empat orang saksi lelaki bagi kes zina. Ini berdasarkan firman Allah s.w.t dalam ayat 15, Surah An-Nisa, “Dan sesiapa yang melakukan perbuatan keji (zina) di antara perempuan-perempuan kamu, maka carilah empat orang lelaki di antara kamu yang menjadi saksi terhadap perbuatan mereka. Kemudian kalau keterangan-keterangan saksi itu mengesahkan perbuatan tersebut, maka kurunglah mereka (perempuan yang berzina itu) dalam rumah hingga mereka sampai ajal matinya, atau hingga Allah mengadakan untuk mereka jalan keluar (dari hukuman itu).”
ii. dua orang saksi lelaki bagi kes bunuh dan perkara membabitkan hukum tertentu seperti pernikahan, perceraian, minum arak dan mencuri. Ini berdasarkan firman-Nya dalam ayat 2, Surah At-Talaaq, “Kemudian, apabila mereka (hampir) habis tempoh idahnya, maka bolehlah kamu pegang mereka (rujuk) dengan cara yang baik, atau lepaskan mereka dengan cara yang baik; dan adakanlah dua orang saksi yang adil di antara kamu (semasa kamu merujukkan atau melepaskannya); dan hendaklah kamu (yang menjadi saksi) menyempurnakan persaksian itu kerana Allah semata-mata. Dengan hukum-hukum yang tersebut diberi peringatan dan pengajaran kepada sesiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat; dan sesiapa yang bertaqwa kepada Allah (dengan mengerjakan suruhanNya dan meninggalkan laranganNya), nescaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar (dari segala perkara yang menyusahkannya).”
iii. dua orang saksi lelaki atau seorang saksi lelaki dan dua saksi perempuan bagi perkara membabitkan harta seperti jual beli, sewaan dan pinjaman. Ini berdasarkan firman-Nya dalam ayat 282, Surah Al-Baqarah, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menjalankan sesuatu urusan dengan hutang piutang yang diberi tempoh hingga ke suatu masa yang tertentu maka hendaklah kamu menulis (hutang dan masa bayarannya) itu dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan adil (benar) dan janganlah seseorang penulis enggan menulis sebagaimana Allah telah mengajarkannya. Oleh itu, hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu merencanakan (isi surat hutang itu dengan jelas). Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangkan sesuatu pun dari hutang itu. Kemudian jika orang yang berhutang itu bodoh atau lemah atau ia sendiri tidak dapat hendak merencanakan (isi itu), maka hendaklah direncanakan oleh walinya dengan adil benar); dan hendaklah kamu mengadakan dua orang saksi lelaki dari kalangan kamu. Kemudian kalau tidak ada saksi dua orang lelaki, maka bolehlah, seorang lelaki dan dua orang perempuan dari orang-orang yang kamu setujui menjadi saksi, supaya jika yang seorang lupa dari saksi-saksi perempuan yang berdua itu maka dapat diingatkan oleh yang seorang lagi. Dan jangan saksi-saksi itu enggan apabila mereka dipanggil menjadi saksi. Dan janganlah kamu jemu menulis perkara hutang yang bertempoh masanya itu, sama ada kecil atau besar jumlahnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih membetulkan (menguatkan) keterangan saksi, dan juga lebih hampir kepada tidak menimbulkan keraguan kamu. Kecuali perkara itu mengenai perniagaan tunai yang kamu edarkan sesama sendiri, maka tiadalah salah jika kamu tidak menulisnya. Dan adakanlah saksi apabila kamu berjual-beli. Dan janganlah mana-mana jurutulis dan saksi itu disusahkan. Dan kalau kamu melakukan (apa yang dilarang itu), maka sesungguhnya yang demikian adalah perbuatan fasik (derhaka) yang ada pada kamu. Oleh itu hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah; dan (ingatlah), Allah (dengan keterangan ini) mengajar kamu; dan Allah sentiasa Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu.”
iv. saksi bagi perkara yang boleh dilakukan wanita saja membabitkan isu kewanitaan seperti isu susuan, haid dan nifas. Pada satu ketika, seorang sahabat bernama Uqbah bin Harits r.a mengahwini seorang wanita tetapi datang seorang wanita berkulit hitam yang menyatakan Uqbah dan isteri barunya itu saudara susuan. Uqbah mengadukan perkara tersebut kepada Nabi s.a.w dan menyatakan perempuan tersebut berbohong. Mendengar kenyataan beliau, baginda berpaling daripadanya. Lalu Uqbah mengulangi kenyataan sama. Nabi s.a.w bersabda, “Bagaimana lagi? Dia telah menyatakan dia telah menyusukan kamu berdua. Maka tinggalkanlah dia (wanita yang baru dinikahinya)!” Beliau meninggalkan wanita tersebut dan mengahwini seorang perempuan yang lain.


Figure 1: Sebarang tuduhan yang dilemparkan perlu didatangkan saksi atau bukti yang kukuh dan sahih. Tanpa bukti atau saksi yang bagus, maka ianya dianggap palsu dan fitnah.

Perlu diingat, Al-Bayyinah tidak selamanya merujuk kepada saksi tetapi juga boleh menjadi dalam bentuk bukti yang kuat bagi menyokong si pendakwa/penuduh atau yang didakwa/dituduh. Ini berdasarkan firman Allah s.w.t tentang kisah Nabi Yusuf a.s dan ibu angkatnya, Zulaikha dalam ayat 25-28, Surah Yusuf, “Dan mereka berdua pun berkejaran ke pintu, serta perempuan itu mengoyakkan baju Yusuf dari belakang; lalu terserempaklah keduanya dengan suami perempuan itu di muka pintu. Tiba-tiba perempuan itu berkata (kepada suaminya): Tidak ada balasan bagi orang yang mahu membuat jahat terhadap isterimu melainkan dipenjarakan dia atau dikenakan azab yang menyiksanya.” Yusuf pula berkata: “Dia lah yang memujukku berkehendakkan diriku”. (Suaminya tercengang mendengarnya) dan seorang dari keluarga perempuan itu (yang ada bersama-sama) tampil memberi pendapatnya dengan berkata, “Jika baju Yusuf koyak dari depan maka benarlah tuduhan perempuan itu, dan menjadilah Yusuf dari orang-orang yang dusta. Dan jika bajunya koyak dari belakang, maka dustalah perempuan itu, dan Yusuf adalah dari orang-orang yang benar.” Setelah suaminya melihat baju Yusuf koyak dari belakang, berkatalah ia: “Sesungguhnya ini adalah dari tipu daya kamu orang-orang perempuan; sesungguhnya tipu daya kamu amatlah besar pengaruhnya.”
d) Bagi orang yang dituduh, maka perlu baginya untuk bersumpah atas nama Allah s.w.t bahawasanya dia berada di pihak yang benar dan tuduhan yang dilemparkan itu adalah palsu. Sekiranya seseorang itu enggan bersumpah mengikut apa yang dinyatakan Nabi s.a.w dalam hadis ini, keengganan tersebut menunjukkan yang tertuduh mengakui hak orang yang menuduh atau dia rela menyerahkannya kepada si penuduh. Sekiranya si penuduh/pendakwa gagal mengemukakan bukti, maka yang tertuduh terlepas dari dakwaan/tuduhan sekiranya dia bersumpah.e) Imam Nawawi rahimahullah mengulas bahawasanya si pendakwa/penuduh dianggap benar bila melemparkan tuduhan kepada orang lain, ini boleh membawa kepada situasi tuduh-menuduh dan mengaku dalam soal pemilikan harta atau darah orang lain. Atas sebab itu, Nabi s.a.w menegaskan dalam hadis ini keperluan si penuduh/pendakwa mendatangkan saksi atau bukti yang kukuh bagi setiap dakwaan/tuduhan yang dikemukakan.f) Jangan mengada-ada nak tuntut sesuatu perkara yang kita sendiri tiada hak dan menggunakan taktik kotor seperti saksi dan sumpah palsu bagi mendapat perkara yang dimahukan. Ini kerana Nabi s.a.w mengingatkan golongan ini, sekiranya mereka menang walaupun tahu sesuatu perkara itu milik saudaranya, maka golongan ini mendapat bahagian dari neraka. Ini berdasarkan hadis baginda yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah.
TIPS MENANGANI TUDUHAN/DAKWAAN PALSU
  1. Menyelidik terlebih dahulu dakwaan/tuduhan yang dilemparkan dan siapa/apa sumber yang mengemukakan dakwaan/tuduhan tersebut. Ini kerana tuduhan/dakwaan sebegini boleh saja dilemparkan oleh individu fasik atau organisasi berhati busuk. Rujuk firman Allah s.w.t dalam ayat 6, Surah Al-Hujurat, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara yang tidak diingini – dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) – sehingga menjadikan kamu menyesali apa yang kamu telah lakukan.”
  2. Perbaiki kualiti sikap atau kualiti kehidupan yang menyumbang kepada sebab kita difitnah atau dituduh sebegitu rupa.
  3. Mengingati aib dan dosa kita sendiri. Ingatlah bahawa manusia itu tidak dapat lari dari melakukan dosa. Semua amalan kita sama ada baik atau buruk dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid. Dan semua amalan kita itu akan dihisab walaupun ianya sebesar zarah. Ini berdasarkan firman-Nya dalam ayat 7-8, Surah Az-Zalzalah, “Maka sesiapa berbuat kebajikan seberat zarah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)! Dan sesiapa berbuat kejahatan seberat zarah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)!”
  4. Anggaplah tuduhan/dakwaan yang dilemparkan itu sebenarnya teguran ‘halus’ Allah s.w.t untuk mengingatkan kita untuk berlaku taat kepada-Nya dan menunaikan tanggungjawab sebagai khalifah-Nya di atas muka bumi ini.
  5. Berusaha untuk sabar dan ikhlas dalam menghadapi tuduhan/dakwaan yang dilemparkan. Jika kita berada di pihak yang benar, maka tidak perlu rasa takut. Ini kerana pada akhirnya, kebenaran itu akan didedahkan juga.
  6. Mendoakan si penuduh/pendakwa agar mendapat hidayah-Nya dan menghentikan perbuatan kejinya itu. Jika berkemampuan, berusahalah untuk menasihatinya berhenti daripada melakukan kesalahan tersebut. Namun jika merasakan tindakan dia keterlaluan, boleh saja membuat sebarang tindakan yang boleh membersihkan nama baik termasuk tindakan perundangan.
  7. Melakukan solat istikharah bagi mendapat panduan dan bimbingan-Nya dalam usaha membela diri dan membersihkan nama baik yang cuba diconteng si penuduh/pendakwa.
  8. Anggap tuduhan/dakwaan palsu yang dilemparkan itu satu kebaikan bagi diri kita. Sementara bagi si penuduh/pendakwa ini pula, jika mereka tidak bertaubat, memohon maaf dan tidak mengulangi perbuatan tersebut, maka mereka kelompok yang rugi pada hari akhirat kelak. Ini berdasarkan firman-Nya dalam ayat 11, Surah An-Nur, “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita yang amat dusta itu ialah segolongan dari kalangan kamu; janganlah kamu menyangka (berita yang dusta) itu buruk bagi kamu, bahkan ia baik bagi kamu. Tiap-tiap seorang di antara mereka akan beroleh hukuman sepadan dengan kesalahan yang dilakukannya itu, dan orang yang mengambil bahagian besar dalam menyiarkannya di antara mereka, akan beroleh seksa yang besar (di dunia dan di akhirat).”
  9. Akhir kalam, saya memohon kepada saudara-saudari yang berterusan melakukan perbuatan keji ini untuk berhenti melakukannya. Ketahuilah, tindakan melemparkan tuduhan tanpa bukti dan tuduhan tersebut didapati palsu, tidakkah anda sedar, anda sebenarnya melakukan salah satu dosa besar di sisi Allah s.w.t? Ketahuilah, jika anda berterusan melakukannya, maka anda termasuk dalam golongan yang dikecam Allah s.w.t dalam ayat 11, Surah Al-Qalam, “Yang suka mencaci, lagi yang suka menyebarkan fitnah hasutan (untuk memecah belahkan orang ramai).” Dan kerana kelancangan lidah, anda dianggap sebahagian daripada golongan yang disebut-Nya dalam ayat 68, Surah Al-Ahzab. “Dan orang-orang yang mengganggu serta menyakiti orang-orang lelaki yang beriman dan orang-orang perempuan yang beriman dengan perkataan atau perbuatan yang tidak tepat dengan sesuatu kesalahan yang dilakukannya, maka sesungguhnya mereka telah memikul kesalahan menuduh secara dusta, dan berbuat dosa yang amat nyata.” Hentikanlah!
    SUMBER:
    1. Hidayah, Taufiq. (2013). Muslim.co.id. Bawa Bukti-Buktimu Bila Menuduh. https://muslim.or.id/18730-bawa-bukti-buktimu-bila-menuduh.html
    2. Abdul Qadir Jawas, Yazid. (2013). Al-Manhaj. Penuntut Wajib Mendatangkan Bukti dan Saksi serta Yang Tertuduh Bersumpah. https://almanhaj.or.id/3572-penuntut-wajib-mendatangkan-bukti-saksi-dan-terdakwa-bersumpah.html
    3. Mohamad Fuad, Mohamad Razif. (2015). Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan. Bayan Linnas. Berita: Konsep Tabayyun dan Penerimaannya. http://www.muftiwp.gov.my/index.php/ms-my/perkhidmatan/bayan-linnas/615-berita-konsep-tabayyun-dan-penerimaannya
    4. Anuz, Fariz Gasim. (2013). Republika. 8 Sikap Mengatasi Fitnah dan Tuduhan. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/06/11/mo7zui-8-sikap-mengatasi-fitnah-dan-tuduhan
    5. Surah.my. Terjemahan Al-Quran Bahasa Melayu.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

ู„ุงَ ูŠَุฏْุฎُู„ُ ุงู„ْุฌَู†َّุฉَ ู…َู†ْ ูƒَุงู†َ ูِูŠ ู‚َู„ْุจِู‡ِ ู…ِุซْู‚َุงู„ُ ุฐَุฑَّุฉٍ ู…ِู†ْ ูƒِุจْุฑٍ Maksudnya :"Tidak akan masuk syurga seseorang yang dalam hatinya ada sebesar zarah rasa takabbur" [Sahih Muslim : Book of Faith, 166]

MEMBAZIR AMALAN SYAITAN ุฅِู†َّ ุงู„ْู…ُุจَุฐِّุฑِูŠู†َ ูƒَุงู†ُูˆุง ุฅِุฎْูˆَุงู†َ ุงู„ุดَّูŠَุงุทِูŠู†ِ ูˆَูƒَุงู†َ ุงู„ุดَّูŠْุทَุงู†ُ ู„ِุฑَุจِّู‡ِ ูƒَูُูˆุฑًุง Maksudnya:"Sesung...